Bhinneka Tunggal Ika. Mungkin kita mengenal kalimat ini ketika masih duduk pada bangku kayu sekolah dasar,atau malah baru tau sebab membaca tulisan ini, tentang keberagaman, perbedaan yang sebenarnya tetap satu. Satu bangsa,satu satu bendera dan satu sama lain yang semetinya bisa bersatu. Toh seiring merambatnya waktu,perbedaan ternyata menjadi pematik untuk saling singgung dan bunuh di negri ini. Kebencian sudah tertanam dari dini,pelajar gemar bermain batu,kayu,besi dan parang,beradu hakim satu satu sama lain. Trotoar dan aspal adalah arena dan saksi bungkam berpeluh darah pun dendam.


Dari sedikit chaos-chaos yang terungkap di atas, yang sebenarnya tidak dapat di hitung dengan jari,masih ada beberapa orang-orang dengan ide-ide, gagasan dan aksi nyata yang positif. Tersebutlah FESTIVALIST, sebuah nama yang merangkul, menjabat erat siapapun setiap kamu. Bukan fanbase pun groupies, melainkan lingkaran sebuah keluarga dari band yang cukup senja dari Yogjakarta yang bernama FSTVLST. Cuaca sedang tak menentu, begitu teriknya surya, disusul kelabunya langit, dan gemercik air yang jatuh entah darimana, semua terlukis pada hari itu. Tapi hal itu tak mengahalangi para festivalist untuk berangkat ke venue yang jaraknya lumayan jauh dari pusat kota. Saya bergegas tiba disana lebih awal untuk mempersiapkan streaming radio online, awalnya ada sedikit gangguan akan sinyal, tapi setelah mencari posisi dan gaya yang pas akhirnya 2 radio online (saya mewakili mpukiyups, dan kanaltigapuluh) bisa mengudara lewat lorong bawah tanah.


Sabtu 8 Desember 2012 bertempat di STIM AMP YKPN baru saja di helat FESTIVALIST #02 dengan tajuk Bhineka Tunggal Ika. Gigs dan rilisan pertama rintisan bersama,sebuah album kompilasi terangkum 18 track dalam kepingan CD dari band-band penampil. Nama-nama baru dan pelaku lama Soloensis, Savior, Overjoy, The Chemo, Alterego, Trippingjunkie, Thsmslhd, Sheena, Balaclava, Jimbekids, Rootbottom, The Kage, Gunmors, Jalang, Banana For Silvy, Rizuvan Airsick, FSTVLST, dan The Wonosari. Lorong dari dasar yang paling dasar dari bangunan perkuliahan,adalah altar para penampil unjuk gigi. Cukup dengan mengeluarkan rupiah 40.000 (CD KOMPILASI + BANDANA + STICKERPACK+TIKET MASUK FESTIVALIST #02) atau 15.000 (Bandana+Stickerpack).


Class sore itu dibuka oleh Rizuvan Airsick, Gunmors, Balaclava, The Kage, Jalang, dan Sheena, namun terlihat belum banyak penonton yang memadati barisan depan kala itu. Mereka masih terlihat bergerombol bermalas-malasan di sekitar panggung untuk sekedar menunggu teman lainnya dan atau bermesraan dengan pasangannya. Selepas magrib, terdengar bisikan jika tiket sudah hampir soldout, rupanya para festivalist mulai berdatangan dari segala penjuru. Class dibuka kembali oleh Root Bottom, Banana For Silvy, The Chemo, dan Overjoy, terlihat lorong sudah penuh sesak oleh festivalist yang haus akan riuh rendah panggung tanpa barikade. Dilanjut The samsul hadi, dan Alter Ego yang berkolaborasi dengan Farid Stevy (FSTVLST), sontak barisan depan berubah menjadi arena moshing berjamaah.


Riuh rendah berlanjut, kali ini giliran FSTVLST yang unjuk gigi. Raungan gitar serta khotbah manis yang memicu adrenalin untuk lebih berkeringat, serta munculnya melodi masyarakat sontak membuat lorong itu semakin terbakar. Dilanjutkan oleh Soloensis, namun sayang banyak festivalist yang beranjak keluar gedung untuk sedikit mencari oksigen yang semakin langka. Beberapa baris masih tersisa hingga saat The Wonosari muncul. Awalnya sempat ragu apakah band ini bisa tampil, karena salah satu personilnya blm juga muncul. Sampai akhirnya, ini menjadi semacam reuni bagi mereka setelah sekian lama tenggelam akan kesibukan masing-masing. Namun sayang seribu sayang, Tripping Junkie tidak bisa menutup garage class malam itu, karena keterbatasan waktu acara yang awalnya sempat mundur beberapa jam.


Gigs yang sederhana,namun memberi kesan dan pesan yang luar biasa. FESTIVALIST #02 berhasil menciptakan huru-hara bawah tanah Garage Rock Yogjakarta. Membuat kita untuk mengigat lagi tentang Bhineka Tunggal Ika, yang sudah luntur dan memudar seiring musim dan bergesernya  peradaban. Lewat musik mereka mampu berbicara, walau hanya sesuatu yang kecil, jika takarannya adalah untuk sebuah bangsa, tetapi bukankah perubahan di mulai dari sesuatu yang kecil, dari diri sendiri lalu merangkul banyak kepala? Festivalist #2 dengan tema "Bhinneka Tunggal Ika", yang merupakan unsur dari semua perbedaan dalam satu semangat, satu pergerakan, dan satu tujuan. Melahirkan sebuah Album Kompilasi, 18 track dari band yang ada didalamnya, 18 band yang terlibat dalam sebuah gigs sederhana yang membangkitkan kembali semangat garage bawah tanah Yogyakarta.

"Rilisan Pertama, Rilisan Bersama. Bukan atas nama apapun kecuali cita-cita sederhana yaitu berkarya, didengar, dan berbagi kebahagiaan, Tidak ada urusan dengan siapa yang memulai juang, Tidak ada urusan dengan siapa yang sering tampil perang, Juga tidak ada urusan dengan pelor siapa ditumbukkan dengan tameng siapa, Adalah sebuah usaha untuk memberikan garis bawah pada teks-teks sejarah kami, Sejarah perang kecil yang akan kami deklarasikan kemerdekaannya bersama-sama suatu saat di massa depan nanti." Festivalist #2, Setara. (Ai)